PAMEKASAN – jatimone.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, Jawa Timur, mencanangkan program bebas pasung bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam memberikan layanan kesehatan mental yang manusiawi dan bermartabat.
Wakil Bupati Pamekasan, Sukriyanto, menyampaikan bahwa program ini diluncurkan menyusul masih ditemukannya kasus pemasungan terhadap warga yang mengalami gangguan jiwa di beberapa desa.
“Program bebas pasung ini merupakan upaya untuk memastikan bahwa para penderita gangguan jiwa diperlakukan secara layak, mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa yang memadai, serta tidak lagi menjadi korban stigma dan diskriminasi,” ujar Sukriyanto saat ditemui di Pamekasan, Minggu (6/7/2025).
Ia menegaskan, pemasungan bukanlah solusi dalam menangani gangguan jiwa. Sebaliknya, ODGJ harus diberikan pengobatan yang layak dan didukung melalui pendekatan medis dan sosial yang tepat.
“Pemasungan itu bentuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi. ODGJ harus diobati, bukan dipasung,” tegasnya.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kabupaten Pamekasan, hingga pertengahan tahun 2025 ini terdapat sebanyak 1.414 warga yang terdata mengalami gangguan jiwa. Sebagian dari mereka masih menjalani pemasungan oleh anggota keluarganya karena alasan keterbatasan ekonomi, kurangnya pemahaman, maupun kekhawatiran terhadap risiko sosial.
Menindaklanjuti kondisi tersebut, Pemkab Pamekasan menginisiasi program Pos Pelayanan Terpadu Satu Tekad Melayani Orang dengan Gangguan Jiwa (Posyandu Sejiwa). Program ini bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan mental secara terpadu dan manusiawi di tingkat desa dan kecamatan.
“Dengan adanya Posyandu Sejiwa, kami berharap upaya penyembuhan ODGJ bisa dilakukan secara lebih baik, terukur, dan berkelanjutan,” terang Sukriyanto.
Ia juga menyampaikan bahwa program bebas pasung merupakan bagian dari program nasional yang telah dicanangkan Kementerian Sosial RI sejak tahun 2019. Program ini dilandasi oleh prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia dan peningkatan kualitas hidup penderita gangguan jiwa.
“Tujuannya tidak hanya menghilangkan praktik pemasungan, tetapi juga melindungi hak asasi, meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat, mengurangi stigma, dan mendorong kemandirian ODGJ melalui layanan yang komprehensif,” jelasnya.
Sukriyanto menekankan bahwa setiap individu, termasuk mereka yang mengalami gangguan jiwa, berhak untuk hidup bebas, aman, dan bermartabat. Oleh karena itu, seluruh pihak—baik pemerintah, keluarga, maupun masyarakat luas—diharapkan dapat mendukung program ini demi terciptanya lingkungan sosial yang inklusif dan peduli terhadap kesehatan jiwa.