Jakarta – jatimone.com – Dalam rangka memperkuat kapasitas desa dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan bencana, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) melalui Direktorat Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan (PSBLDP), menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema “Desa Peduli Iklim dan Desa Tanggap Bencana yang Ramah Anak”.
Kegiatan berlangsung di tiga kabupaten di Jawa Timur, yakni Kabupaten Karanganyar (18–19 Juni 2025), Kabupaten Malang (2–3 Juli 2025), dan Kabupaten Madiun (4–5 Juli 2025), dengan dukungan penuh dari UNICEF Indonesia.
Bimtek dibuka langsung oleh Direktur PSBLDP Kemendesa PDTT, Drs. Andrey Ikhsan Lubis, M.Si. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang kini dirasakan hingga ke tingkat desa.
“Perubahan iklim adalah isu global yang berdampak nyata pada kehidupan masyarakat, bahkan di desa-desa. Oleh karena itu, butuh keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah desa dan masyarakat, dalam meresponsnya secara adaptif dan tanggap,” ujarnya saat membuka kegiatan di Karanganyar.
Selain dari Kemendesa, kegiatan ini juga mendapat dukungan teknis dari UNICEF Indonesia. Social Protection Specialist UNICEF, Ratnawati Muyanto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa keterlibatan UNICEF merupakan bagian dari upaya memperkuat perlindungan sosial yang adaptif terhadap risiko iklim.
“Anak-anak dan kelompok rentan, termasuk kepala keluarga perempuan, adalah yang paling terdampak dari bencana dan perubahan iklim. Karena itu, pendekatan perlindungan sosial adaptif harus mencakup mereka sebagai prioritas,” tegasnya.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta fasilitator nasional seperti M. Yasir Sani dan Donny Irawan yang merupakan penyusun Panduan Desa Peduli Iklim dan Desa Tanggap Bencana.
Ketua panitia kegiatan, Dr. Dra. Anastutik Wiryaningsih, M.Si., dalam keterangannya menekankan pentingnya peningkatan kapasitas desa dalam mitigasi dan kesiapsiagaan bencana, mengingat sebagian besar bencana di Indonesia terjadi di wilayah perdesaan.
“Menurut data PODES 2024, sekitar 35,02 persen bencana di Indonesia terjadi di desa. Maka, desa menjadi garda terdepan dalam upaya adaptasi perubahan iklim dan tanggap bencana yang ramah anak,” jelas Anastutik.
Peserta bimtek terdiri dari aparatur pemerintah desa, tenaga pendamping profesional, kader PKK, karang taruna, satgas bencana, serta pegiat lingkungan dari desa sasaran.
Kegiatan ini diawali dengan pre-test untuk mengukur pemahaman awal peserta mengenai perubahan iklim dan kebencanaan. Selanjutnya, peserta menerima materi terkait strategi pemanfaatan Dana Desa untuk kegiatan adaptasi dan mitigasi, seperti melalui program BLT-DD (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa) dan PKTD (Padat Karya Tunai Desa), serta fasilitasi pembentukan desa peduli iklim dan tanggap bencana.
Bimtek ditutup dengan pelaksanaan post-test guna mengukur peningkatan pemahaman peserta setelah menerima materi.
Dari kegiatan ini, diharapkan muncul kesadaran kolektif di tingkat desa terhadap pentingnya integrasi isu perubahan iklim dalam dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJMDes, RKPDes, dan APBDes.
“Kegiatan ini bukan hanya soal pelatihan teknis, tapi bagaimana desa mampu merencanakan pembangunan yang inklusif, tanggap bencana, ramah anak, dan responsif gender,” ungkap Donny Irawan, salah satu fasilitator nasional.
Kegiatan ini juga mendorong peran aktif masyarakat, menumbuhkan semangat kesukarelawanan, dan memperkuat jejaring desa dalam perlindungan sosial adaptif berbasis komunitas.