Home / Opini / Peran Santri Dalam Memerdekakan Bangsa

Peran Santri Dalam Memerdekakan Bangsa

Taufiq Idris

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan bahkan menghapus sejarah pahlawannya (distorsi), hal ini menggambarkan bagaimana manusia (regenarasi) yang mampu melakukan internalisasi nilai-nilai perjuangan para pejuang bangsa dalam banyak literatur kesejarahan, bangsa ini diperlukan untuk kembali membaca teks-teks sejarah lama sehingga mampu melakuan kontekstualisasi dan rekontruksi dari sebuah nilai tadi.

Spirit peradaban dan spirit kebangsaan disertai nasiolisme yang yang tinggi mampu menggerakan masyarakat untuk terus melakukan kraesi-kreasi yang dianggap menjadi sebab terjadinya sebuah gerakan yang mengantarkan pada sebuah harap kolektif yang tertanam sejak awal untuk merajut kebebasan dalam berekspresi dan berinovasi sebagai bentuk kemerdekaan.

Kita sebagai bangsa yang sadar bahwa sejak lahir manusia ini menjadi khalifah fil ard dimuka bumi yang merdeka, dan barang tentu mengetahui bahwa kemerdekaan tanah air tidak serta merta didapat dengan ruang kosong, dengan kata lain kemerdekaan sebuah bangsa sarat akan pertumpahan darah dan banyak wanita menjadi janda, anak menjadi yatim dan tak kalah pentingnya adalah kemerdekaan ini didapat dengan berbagai gagasan antar elemen bangsa, artinya apa?.

Kemerdekaan ini didapat dengan seribu gagasan yang dirumuskan oleh seluruh elemen bangsa ini tak terkecuali didalamnya adalah santri. peranan santri inilah tidak boleh kita anggap remeh dan bahkan berasumsi tidak ada samasekali kemudian dengan entengnya dilupakan begitu saja dalam percaturan sejarah kemerdekaan.

Apa yang menjadi motif penulis buku-buku sejarah Nasional tidak mencantumkan peran besar dari seorang santri. beberapa buku yang mengurai tentang rentetan kemerdekaan bangsa, semisal penulis sebut “SEJARAH INDONESIA MODERN, SEJARAH NASIONAL, dan banyak lagi buku yang menggambarkan tentang kemerdekaan ini, namun tak satupun penulis temukan dalam buku tersebut kiprah atau peranan santri dalam dinamika bangsa, dalam hal ini penulis angkat “resolusi jihad” semisal.

Hal inilah kemudian mengusik penulis untuk mengatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia ini tidak bisa lepas dari jerih dan pola pikir yang visioner dari seorang Santri. kita diingatkan pada sebuah fenomina besar yang terjadi pada masa silam, ada banyak sumber mengatakan tanggal 22 Oktober 1945 digemparkan dengan sebuah intruksi dari seorang santri jebolan Madura yang lazim kita disebut “resolosi jihad”. konon beliau menyandang predikat Hadratus syaikh karena banyaknya kitab dan hadis yang telah dihafal dan menguasai secara mendalam sehingga membentuk beliau menjadi stik holder dari sebuah gerak yang mampu menggerakkan seluruh masyarat jawa madura dari kalangan petani (proletar) sampai kiai untuk bahu membahu mempertahankan kemerdekaan yang baru saja di dapat.

Kebijakan santrilah yang mengakibatkan momentum besar tersebut terjadi, bahwa ujung tombak pergerakan itu merupakan santri dari seorang ulamak hkarismatik asal bangkalan Madura yaitu Syaikhona Kholil sehingga menjadi kewajiban dan keharusan dari seorang santri untuk mengungkapkan tabir-tabir yang sengaja menutupi dari lemberan sejarah.

Cinta tanah air (Nasiolisme) menjadi rujukan dan sebagai sumber kekuatan untuk memberikan kontribusi pada bangsa ini, sumbangsih santri tidak perlu dipertanyakan lagi terhadap bangsa ini yakni mengusir penjajah sudah menjadi aktivitas santri.

Bangsa ini didirikan oleh santri dengan spirit kemerdekaan, spirit kemanusiaan dan spirit kebangsaan, lalu pertanyaannya ada apa dengan santri sehingga dipandang setengah mata oleh beberapa elit yang memiliki spirit tersebut? bagaiamana santri yang setiap harinya mengaji kitab kuning mampu mendirikan bangsa ini dengan tegak dengan tombak kemerdekaan? santri itu ditanami nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kabangsaan dan tak bosan-bosannya para Yai yang lazim disebut sebagai lurah pondok juga para ustad menyirami dengan rasa kepemilikan terhadap tanah air dan rasa tanggung jawab dalam menyiarkan agama dengan damai.

Dalam Al Quran “Innallaha laa yughayyiru maa bikaumin hatta yughayyiru maa bianfusihim” yang mampu menggerakkan seorang santri untuk membangun negeri ini dengan semangat pembangun dan perubahan, hal inilah yang kemudian mendorong santri memiliki spirit tersebut, memiliki nilai juang yang diluar dugaan para elit, konon ayat tersebut pernah menggema di depan sidang PBB oleh seorang proklamator bangsa Indonesia sebagai acuan bahwa setiap negara harus mampu membawa negaranya pada meja kemerdekaan, ayat itu mampu mengubah suatu bangsa melalui santri yang kental dengan keagamaan dan kebangsaannya, sehingga kita saat ini mengenal dengan politik kebangsaan ada juga yang menyebut sebagai politik keummatan, mengenai beberap istilah tak menjadi perebincangan dalam hal ini. yang menjadi catatan hari ini bagi kita dalam memeras sari pati dari politik santri adalah politk yang digambarkan merupakan suatu nilai yang sangat manusiawi dan mencerminkan nilai-nilai luhur, karena perjuangan berorientasi pada kepentingan Negara danĀ  bangsaan tanpa terkontaminasi dengan kepentingan individu atau golongan (primordial).

Kepentingan bangsa dan kemanusiaan adalah di atas segalanya seperti yang pernah disampaikan Presiden Indonesia ke4 Abdurrahman Wahid yang familiar dengan sapaan Gus Dur, beliau berujar “yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan“.

Hari ini kita di ajak kembali untuk memberikan kontribusi terhadap bangsa ini sebagai santri yang menyandang tanggung jawab moral, pada dasarnya bisa kita ejewantahkan bilamana kita mampu melihat kondisi bukan terlarut dengan kondisi, bahkan kadang kita dituntut untuk menabrak tradisi sebagai awal pemberantasan budaya yang seringkali membodohi kita, kadang mampu menina bobokkan kita.

Peran santri dalam memajukan bangsa ini cukup besar dan hari ini menjadi tanggung jawab moral dalam mengisi ruang kemerdekaan ini dengan berbagai langkah yang konstruktif semisal membangun kreativitas dan produktivitas santri sehingga terwujud santri yang mandiri BERDIKIARI. tidak lain adalah kewajiban kita sebagai tetesan kemerdekaan, bayangkan jikalau kemerdekaan ini belum dirajut oleh founding fathers kita bagaimana nasib kita ini, apakah menjadi sosok pemberani selayaknya Mahatma Gandhi atau sebagai penakut layaknya pecundang.

Penulis: Taufiq Idris
Editor: Tim SNNet

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *